Rabu, 27 Oktober 2010

Resiko Tsunami di Seluruh Dunia, Termasuk Indonesia

Menurut para geolog resiko tsunami dahsyat di sejumlah kota seperti Kingston (Jamaica), Istanbul (Turki), dan Los Angeles (AS), menjadi lebih besar dibandingkan perkiraan sebelumnya. Ini di dasari setelah para geolog mempelajari Gempa Bumi Haiti 12 Januari.

Seperti ibukota Haiti Port au-Prince, kota-kota besar itu semuanya berdekatan dengan pantai dan berada di situs geologi aktif yang disebut sesar, dimana dua lempeng tektonik satu sama lain lengket bersatu seperti dua telapak tangan dijabatkan.
Hingga penemuan itu, para geolog tidak pernah mengira risiko tsunami akan sangat besar di sejumlah tempat karena manakala patahan retak maka itu biasanya tidak secara vertikal mengganti dasar laut dari mana kebanyakan gelombang tsunami bermula.
Riset terbaru ini menunjukkan bahwa gempa bumi moderat pada sesar bahkan bisa menghasilkan longsor bawah laut dan meningkatkan risiko tsunami di tempat-tempat seperti itu.
“Bagian yang menakutkan dari itu adalah Anda tidak butuh gempa bumi besar untuk memacu tsunami dahsyat,” kata Matt Hornbach, peneliti pada Institut Geofisika, Universitas Texas di Austin dan pengarang utama satu makalah yang menggambarkan riset itu pada edisi online jurnal Nature Geoscience, Selasa (12/10).
“Organisasi-organisasi yang mengeluarkan peringatan tsunami kadang memperhatikan gempa bumi besar di patahan-patahan yang tergeser,” kata Hornbach.
“Kini kami anggap Anda tidak lagi terlalu membutuhkan gempa-gempa besar (untuk memicu tsunami). Gempa bumi yang moderat di sesar bisa memicunya.”
Dalam jangka beberapa menit setelah gempa bumi 7 SR di Haiti, serangkaian gelombang tsunami yang diantaranya setinggi 3 meter, menghajar pantai.
Beberapa minggu kemudian, satu tim ilmuwan dari AS dan Haiti menyelenggarakan survei geologi lapangan di sejumlah situs dan pantai dekat episentrum gempa.
Para ilmuwan memastikan, tsunami terutama dipicu oleh sedimen rapuh di lepas pantai dan longsor di sepanjang dasar samudera dan memuncratkan air di atasnya.
Digabungkan dengan penemuan terbaru mengenai bukti data historik tsunami, survei geologi itu mengungkapkan sepertiga dari keseluruhan tsunami di wilayah tersebuti dipicu oleh cara seperti itu.
Para geolog sebelumnya menduga hanya sekitar 3 persen tsunami di seluruh dunia dipicu oleh longsor bawah laut.
“Kami menemukan bukti bahwa tsunami di seputaran Haiti terjadi oleh proses ini yang kemungkinannya 10 kali lebih besar dari kami perkirakan,” kata Hornbach.
Di samping Hornbach, tim dari Universitas Texas di Austin itu juga termasuk Paul Mann, Fred Taylor, Cliff Frohlich, Sean Gulick, dan Marcy Davis.
Tim juga beranggotakan para peneliti dari Queens College, City University of New York, Survey Geologi AS (BMKG-AS), Universitas Missouri, Observatorium Bumi Lamont-Doherty di Universitas Columbia, Universitas California di Santa Barbara, Biro Pertambangan dan Energi Haiti, dan Universite d’Etat de Haiti.
Para peneliti mengumpulkan data mengenai patahan di bawah dasar samudera dan tanah, gerakan vertikal tanah, batimetri (topografi bawah laut) dari papar samudera dan bukti-bukti gelombang tsunami.
Mereka bekerja di lapangan menggunakan sebuah kapal riset sepanajnbg 165 kaki bernama Endeavor.
Riset mereka dibiayai oleh hibah Rapid Response dari National Science Foundation dan Fakultas Geosains, Universitas Texas di Austin.
Kini, dibiayai program Geoscientists Without Borders dari Masyarakat Geofisika, AS, Hornbach dan para koleganya mengadakan sebuah proyek riset baru di dekat Jamaica untuk mengukur ancaman tsunami di sana.
“Geologi Kingston, Jamaica, mendekati identik dengan Port Au Prince, Haiti,” kata Hornbach. (Ant/OL-9)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar