Kamis, 29 Maret 2012

Ringkasan Bab "Penalaran" buku Argumentasi dan Narasi Karangan Gorys Keraf


BAB I
PENALARAN
I. Argumentasi
Menurut Buku ‘Argumentasi dan Narasi’ karya Gorys Keraf, Argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara. Melalui argumentasi penulis berusaha merangkaikan fakta-fakta sedemikian rupa, sehingga ia mampu menunjukkan apakah suatu pendapat atau suatu hal tertentu itu benar atau tidak.
Dasar sebuah tulisan yang bersifat argumentatif adalah berpikir kritis dan logis. Untuk itu, penulis harus bertolak dari fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang ada. Disamping memerlukan penjelasan, argumentasi memerlukan juga keyakinan dengan perantaraan fakta-fakta itu. Oleh sebab itu, penulis harus meneliti apakah semua fakta yang akan dipergunakan itu benar, dan harus meneliti pula bagaimana relevansi kualitasnya dengan maksudnya.
Evidensi adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas, dan sebagainya yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Dalam argumentasi, seorang penulis boleh mengandalkan argumentasinya pada pernyataan saja, bila ia menganggap pembaca sudah mengetahui fakta-faktanya, serta memahami sepenuhnya kesimpulan-kesimpulan yang diturunkan daripadanya. Evidensi itu berbentuk data atau informasi, yaitu bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu, biasanya berupa statistik, dan keterangan-keterangan yang dikumpulkan atau diberikan oleh orang-orang kepada seseorang, semuanya dimasukkan dalam pengertian data (apa yang diberikan) dan informasi (bahan keterangan).
II. Penalaran
Penalaran (reasoning, jalan pikiran) adalah suatu proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Bila kita bandingkan argumentasi dengan sebuah bangunan, maka fakta, evidensi, dan sebagainya dapat disamakan dengan batu bata, batu kali, semen, dsb. Sedangkan proses penalaran itu sendiri dapat disamakan dengan bagan atau arsitektur untuk membangun gedung tersebut. Penalaran merupakan sebuah proses berpikir untuk mencapai suatu kesimpulan yang logis.
Proposisi selalu berbentuk kalimat, tetapi tidak semua kalimat adalah proposisi. Hanya kalimat deklaratif yang dapat mengandung proposisi, karena hanya kaliamat semacam itulah yang dapat dibuktikan atau disangkal kebenarannya. Kalimat-kalimat tanya, perintah, harapan, dan keinginan (desideratif) tidak pernah mengandung proposisi.
III. Inferensi dan Implikasi
Inferensi berasal dari kata Latin inferre yang berarti menarik kesimpulan. Implikasi juga berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata implicareyang berarti melibat atau merangkum. Dalam logika, juga dalam bidang ilmiah lainnya, inferensi adalah kesimpulan yang diturunkan dari apa yang ada atau dari fakta-fakta yang ada. Sedangkan implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu dianggap ada karena sudah dirangkum dalam fakta atau evidensi itu sendiri.
Tiap proposisi dapat mencerminkan dua macam kemungkinan. Pertama, ia merupakan ucapan-ucapan factual sebagai akibat dari pengalaman atau pengetahuan seseorang mengenai sesuatu hal. Kedua, proposisi dapat juga merupakan pendapat, atau kesimpulan seseorang mengenai sesuatu hal.
Untuk membuktikan kebenaran yang terkandung dalam sebuah kesimpulan, harus dicari dan diuji fakta-fakta yang dijadikan landasan untuk menyusun kesimpulan itu. Fakta adalah apa saja yang ada, baik perbuatan yang dilakukan maupun peristiwa-peristiwa yang terjadi atau sesuatu yang ada di alam ini. Fakta adalah hal yang ada tanpa memperhatikan atau mempersoalkan bagaimana pendapat orang-orang tentangnya. Sebaliknya pendapat merupakan kesimpulan (inferensi), penilaian, pertimbangan, dan keyakinan seseorang tentang fakta atau fakta-fakta itu. Sebab itu setiap ucapan yang bersifat factual, atau suatu pernyataan yang didasarkan atas fakta, harus selalu dapat dibuktikan sebagai sesuatu yang benar atau yang mustahil. Sebaliknya pendapat atau kesimpulan hanya dapat diterima atau ditolak karena kebenaran atau kemustahilan faktanya dan cara menghubung-hubungkan fakta itu secara abash.
IV. Wujud Evidansi
Unsur yang paling penting dalam suatu tulisan argumentatif adalah evidensi. Pada hakikatnya evidensi adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas, dan sebagainya yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur-adukkan dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan atau penegasan. Pernyataan tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap sebuah evidensi, ia hanya sekedar menegaskan apakah suatu fakta itu benar atau tidak. Dalam ergumentasi, seorang penulis dapat mengandalkan argumentasinya pada pernyataan saja, bila ia mengganggap pendengar sudah mengetahui fakta-faktanya, serta memahami sepenuhnya kesimpulan-kesimpulan yang diturunkan kepadanya.
Dalam wujudnya yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu. Biasanya semua bahan informasi berupa statistic, dan keterangan-keterangan yang dikumpulkan atau diberikan oleh orang-orang kepada seseorang, semuanya dimasukkan dalam pengertian data (apa yang diberikan) dan informasi (bahan keterangan).
Fakta adalah sesuatu yang sesungguhnya terjadi, atau sesuatu yang ada secara nyata.
V. Cara Menguji data
a.       Observasi
fakta-fakta yang diajukan sebagai evidansi mungkin belum memuaskan seorang penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya dan juga pembaca, maka harus dilakukan peninjauan atau observasi.
b.      Kesaksian
untuk memperkuat evidansinya, penulis dapat menggunakan kesaksian-kesaksian orang lain yang telah mengalami sendiri peristiwa tersebut.
c.        Autoritas
fakta dalam usaha menyusun evidansi adalah meminta pendapat dari susatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli atau mereka yang telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat.
VI. Cara Menguji Fakta
a.       Konsitensi
b.      Koherensi
VII. Cara menilai Autoritas
a.       Tidak Mengandung Prasangka
Yang tidak mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya.
b.      Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
Pengalaman dan pendidikan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikannya.
c.       Kemashuran dan Prestise
Koherensi dengan Kemajuan